KRIMINOLOGI

1.   DEFINISI KRIMINOLOGI
          Secara etimologis, kriminologis berasal dari kata crimen dan logos artinya sebagai ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Kriminologi sebagai bidang pengetahuan ilmiah telah mencapai usia lebih dari 1 abad, dan selama ini pula mengalami perkembangan perspektif, paradigma, aliran atau mazhab bagi pembentukan konsep, teori serta metode dalam kriminologi.
          Apa itu kriminologi? Pertanyaan ini adalah pertanyaan Mahasiswa Fakultas Hukum semester V, mungkin kriminologi identic dengan Kriminologiiminal. Mari kita telusuri kembali literature di perpustakaan dan internet dan mari kita membuka kembali apa itu kriminologi, dibaca dan ditelaah kembali apa itu kriminologi ?
          Dalam berbagai literature kepustakaan, kriminologi pertama kalinya diberi nama oleh Paul Topinard 1830-1911, beliau seorang antropologi Prancis, menurutnya kriminologi berasal dari kata crime, dan logos, apabila dilihat dari istilah tsb, maka kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.
          Cesaria beccaria 1738-1794 mempopulerkan istilah kriminologi sebagai reformasi terhadap hukum pidana dan bentuk hukuman. Pada awal abad ke-19 kriminologi dijadikan atalat atau sarana sebagai pembaharuan hukum pidana yang pada waktu itu sangat kejam.
          Berdasarkan ensiklopedia, kriminologi digambarkan sebagai ilmu yang sesuai dengan namanya, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan. Memberikan definisi yang memuaskan atau bahkan seragam memang sulit didapat dalam ilmu pengetahuan sosial. Namun menurut staf redaksi Encyclopaedia ENSIE, hal itu merupakan keharusan apabila ingin membahas suatu permasalahan, sebab dengan pemberian definisi akan memperoleh gambaran permasalahan tersebut.
1.    Menurut Bonger 1934, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni), disamping itu disusun kriminologi praktis.
Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman yang seperti ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman yang seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan berusaha menyelidiki sebab-sebab dari gejala tersebut (etiologi) dengan cara-cara yang ada padanya. Contoh patologi sosial (penyakit masyarakat), kemiskinan, anak jadah, pelacuran, gelandangan, perjudian, alkoholisme, narkotika dan bunuh diri.
Bonger membagi kriminologi menjadi kriminologi murni dan terapan.
Kriminologi murni:
1.    Antropologi criminal, merupakan ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatios), dan ilmu ini memberikan suatu jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa, misalnya apakah ada hubungan antara suku Bangsa dengan kejahatan.
2.    Sosiologi criminal, ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat, pokok utama ilmu ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.
3.    Psikhologi criminal, ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya
4.    Psikhopatologi dan neuropatologi criminal, yaitu suatu ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf
5.    Penology yaitu tentang berkembangnya hukuman dalam hukum pidana.

Disamping itu Bonger membagi lima cabang kriminologi terapan dalam bentuknya dibagai menjadi 3 bagian:
1.  Criminal hygiene yakni usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan undang-undang sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kejahatan.
2. politik criminal, usaha untuk menanggulangi kejahatan dimana suatu kejahatabn telah terjadi. Dalam hal ini dilihat bagaimana seseorang melakukan kejahata. Jadi tidak semata-mata penjatuhan sanksi.
3. kriminalistik (police scientific) merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyelidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.
2. j. conscant, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang menjadi sebab musabab dari terjadinya kejahatan dan penjahat
3. Noach, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang meyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebab musabab serta akibatnya.
4. e.h. Sutherland dan Donald R.Cressey, kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (tindakan jahat) sebagai fenomena sosial. Kriminologi dibagi menjadi 3 cabang ilmu utama, yaitu:
          1. sosiologi hukum, mempelajari kejahatan sebagai tindakan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan sanksi. Jadi yang menetukan bahwa suatu tindakan itu kejahatan adalah aturan hukum.
          2. etiologi criminal yang merupakan cabang kriminologi yang berusaha melakukan analisis ilmiah mengenai sebab musabab kejahatan. Dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama.
3. penology pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, namun Sutherland memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan, baik represif maupun preventif
5. W. H Negel, dalam bukunya berjudul Critical criminology mengatakan bahwa definisi kriminologi pasca perang dunia 2 semakin luas, tidak semata-mata etiologi, karena sejak tahun 1950 telah berkembang viktimologi (ilmu yang mempelajari hubungan antara pelaku kejahatan dengan korbannya). Perkembangan sosiologi hukum semakin memperluas lingkup kriminologi.
6. martin l. Haskell, kriminologi mencakup anlisis2 tentang:
          1. sifat dan luas kejahatan.
          2. sebab-sebab kejahatan (etiologi)
3. perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan.
4. ciri-ciri (tilmu pengetahuanologi) pelaku kejahatan
5. pola pola kriminologiiminalitas dan perubahan sosial.
7.edwin H Sutherland dan Donald r cressey memperkenalkan istilah kriminologi adalah bahwa yang termasuk dalam pengertian kriminologi adalah proses pembentukan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi terhadap pelanggar hukum. Maka dengan demikian kriminologi tidak hanya mempelajari kejahatan saja, tetapi juga mempelajari bagaimana hukum itu berjalan
Kriminologi dalam pandangan eh Sutherland dan Donald r cressey, dibagai menjadi tiga cabang
          1. sosiologi hukum, mempelajari kejahatan sebagai tindakan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan sanksi. Jadi yang menetukan bahwa suatu tindakan itu kejahatan adalah aturan hukum.
          2. etiologi criminal yang merupakan cabang kriminologi yang berusaha melakukan analisis ilmiah mengenai sebab musabab kejahatan. Dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama.
3. penology pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, namun Sutherland memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan, baik represif maupun preventif
Dari berbagai definisi kriminologi telah mendapatkan perkembangan di atas, dapat dikatakan bahwa kriminologi merupakan suatu ilmu dari suatu sub disilmu pengetahuanlin dalam ilmu sosial yang berbasis pendekatan pendekatan dan pemikiran pemikiran utama dalam sosiologi. Studi sitematik dan akademik serta universal dan ilmiah.
Secara klasik ada yang beranggapan bahwa kriminologi adalah hanya sebagai suatu study yang bukan merupakan ilmu pengetahuan. Yang didalamnya terdapat studi, terhadap pencegahan timbulnya kejahatan, penghukuman terhadap penjahat.
Dari kriminologi klasik tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi focus utama kajian kriminologi adalah :
1.    Arti kejahatan, sifat dan luasnya kejahatan
2.    Mengapa orang berbuat jahat (etiologi criminal)
3.    Reformasi hukum pidana
4.    Bagaimana penjahat itu dicirikan oleh kriminologi
5.    Pembinaan penjahat (penjatuhan sanksi)
6.    Bentuk kejahatan
7.    Akibat dari perlakuan jahat
8.    Mencegah kejahatan agar jangan terulang.






2.   RUANG LINGKUP KRIMINOLOGI
Menurut Herman Manheimm pada tahun 1960, dalam bukunya Pioneers in Criminology telah mengemukakan 3 tilmu pengetahuane masalah yg merupakan lingkup pembahasan kriminologi, sbb :
1.    The problem of detecting the law breker (ciminalist)
2.    The problem of the custody and treatment of the offender (penology)
3.    The problem of wxplaning crime and criminal behavior
Menurut herman manheimm pada thn 1960 dalam bukunya the crime problem mengemukakan 10 ruang lingkup atau wilayah yang merupakan bidang kerja kriminologi:
1.    Kriminologi mempelajari bagaimanakah kejahatan dilaporkan pada badan-badan resmi dan bagaimana tindakan yg dilakukan menanggapi laporan itu.
2.    Kriminologi mempelajari perkembangan dan perubahan hukum pidana dalam hubungannya dengan ekonomi, politik serta tanggapan masyarakatnya
3.    Kriminologi mempelajari secara khusus keadaan penjahat, membandingkan dengan yg bukan penjahat mengenai sex, ras, kebangsaan, kedudukan ekonomi, kondisi kekeluargaan, pekerjaan atau jabatan dan kedudukan, kondisi kejiwaan, psikis, kesehata dan jasmani rohani dsb.
4.    Kriminologi mempelajari daerah-daerah atau wilayah-wilayah dihubungkan dengan jumlah kejahatan dalam daerah atau wilayah yang dimaksud dan bahkan diteliti pula bentuk spesifik dari kejahatan yg terjadi, misalnya penyelundupan di daerah pelabuhan atau korupsi dilingkungan pejabat.
5.    Kriminologi berusaha memberikan penjelasan mengenai faktor-faktor penyebab kejahatan untuk menuangkan dalam bentuk ajaran dan teori.
6.    Kriminologi mempelajari jenis kejahatan yang dimanifestasikan secara istimewa dan menunjukan kelainan dari pada yang sering berlaku, organized crime, white collar crime yang berupa bentuk-bentuk kejahatan modern, termasuk pembajakan pesawat, pencucian uang dan pembobolan ATM.
7.    Kriminologi mempelajari hal-hal yang sangat erat hubungannya dengankejahatan, misalnya alkoholisme, narkoba, pelacuran, perjudian, vagrancy atau gelandangan dan pengemis.
8.    Kriminologi mempelajari apakah peraturan perundang-undangannya beserta penegak hukumnya sudah efektif
9.    Kriminologi mempelajari apakah kemanfaatan lembaga-lembaga yang digunakan untuk menangkap, menahan dan menghukum.
10. Kriminologi mempelajari setiap usaha untuk mencegah kejahatan.

Walter c reckless, megatakan bahwa ruang lingkup kriminologi yang sangat luas tersebut memerlukan kelengkapan bahan-bahan dari disilmu pengetahuanlin ilmu seperti ahli biologi, antropologi, ekonomi, hukum, penology dsb dan sebaliknya para ahli itupum memerlukan kriminologi sebagai pelengkap atas pengetahuan yg mereka miliki.
          Luas bidang kriminologi dapat disimpulkan dengan mengacu tuisan Elmer Habert Johnson dalam bukunya Crime correction and society sbb:
1.    Sebab musabab kejahatan, perilaku para penjahat dan penelitian atas sumber kejahatan
2.    Bagaimana reaksi masyarakat dalam bentuk gejala tertentu
3.    Pencegahan kejahatan
Kriminologi dalam arti sempit ruang lingkupnya adalah mempelajari kejahatan, yaitumempelajari bentuk tertentu perilaku criminal, agar selalu berpegangan pada batasan dalam arti yuridis. Dengan cara demikian diharapkan dapat mencapai tidak hanya keseragaman dalam mempelajari obyek kriminologi > dengan batasan yuridis yang berbeda beda pada setiap negara, bahkan obyek kriminologi dapat dikembangkan dengan lebih mudah, mungkin ini tampak terikat pada perumusan-perumusan yuridis.
Kriminologi dalam arti luas ruang lingkupnya dalah mempelajari penology (ilmu yang mempelajari tentang hukuman) dan meted-metode yang berkaitan dengan tindakan-tindakan yang bersifat punitif
          Sebagai pegangan maka disini dilmu pengetahuanilih rumusan EH Sutherland dan Kathrine S Williams, sehingga rumusan ruang lingkupnya sbb :
Kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial yang melilmu pengetahuanuti studi mengenai:
1.    Karakteristik hukum pidana
2.    Keberadaan kriminologiiminalitas
3.    Pengaruh kejahatan terhadap korbannya
4.    Metode penanggulangan kejahatan
5.    Atribut kejahatan
6.    Karakteristik dan bekerjanya sistem hukum pidana
Perlu dicatat dalam rumusan ini adalah:
1.    Yang dimaksud studi kejahatan dalam studi kriminologi dewasa ini adalah hubungan kerja antara pelaku kejahatan dan korbannya
2.    Karakteristik hukum pidana dan bekerjanya hukum pidana tidak terlepas dari kriminologi dalam hubungannya dengan politik atau kebijakan criminal dan kebijakan sosial yaitu pembangunan nasional
3.    The body knowledge, yaitu kriminologi dalam hubungannya dengan berbagai ilmu pengetahuan.
M jeans pinatel, sekriminologietaris umum dari internasional society of criminology dalam bukunya criminology (paris 1963) berusaha memperluas ruang lingkup kriminologi dalam lteratur internasional darilmu pengetahuanada sebelumnya yang sering terlihat pada karangan kriminologi eropa continental walaupun belum berhasil dengan baik. Walaupun nampak bahwa di berbagai negara terdapat pebedaan perhatian dalam berbagai aspek kejahatan, hal mana telah mengakibatkan penggunaan kajian yangberagam. Ada 2 organisai kriminologi yakni the international society of criminology sebelum perang dunia kedua, dan the international society of social defence didirikan tahun 1946 mencerminkan danya perbedaan-perbedaan paandangan dalam pendekatan.




3.. EKSISTENSI KRIMINOLOGI
          Kriminologi merupakan crime and criminal merupakan saran ilmiah bagi studi kejahatan dan penjahat. Dalam wujud disilmu pengetahuanlin ilmu, kriminologi merupakan the body knowledge yang ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan hasil penelitian dari berbagai disilmu pengetahuanlin ilmu, sehingga aspek pendekatan obyek studi sangat luas sekali dan secara inter-disilmu pengetahuanliner dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora seta dalam pengertian yang luas mencakup pula kontribusi dari ilmu eksakta.
          Luasnya berbagai disiplin ilmu pengetahuan dalam pendekatan kriminologi, menyebabkan kriminologi mendapakan predikat sebagai the king without country (raja tanpa wilayah/negara) yang amalan kawasan tugasnya berada dimana-mana namun tidak memiliki kekhasannya. Kriminologi tidak seperti ilmu-ilmu teknik, kedokteran, sastra dsb, melainkan sbg ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh penegak hukum, psikolog, psikiater, ekonomi dll
          Dengan demikan dapatlah dilmu pengetahuanahami, bahwa kriminologi diamalkan untuk kepentingan memahami kejahatan dan berbagai perilaku yang menyimpang dan bukanlah saran diterapkan bagi peradilan semata-mata seperti kriminalistik, melainkan sebagai pure science yang hasil penelitiannya secara obyektif dapat dimanfaatkan bagi kepentingan praktis misalnya sebagai input untuk bahan penyusunan peraturan perundang-undangan pidana, strategi kepolisian untuk mencegah kriminologiiminalitas tertentu dan berbagai kegunaan lainnya.
3.1        TUJUAN KRIMINOLOGI
Kriminologi bertujuan mempelajari kejahatan, sehingga yg menjadi misi kriminologi adalah :
1.    Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan fenomenanya yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan siapa penjahatnya merupakan bahan penelitian para kriminologi
2.    Apakah faktor-faktor yang menyebbabkan timbulnya atau dilakukan kejahatan
Kriminologi bertujuan menyebarkan identitas kriminologiiminalitas dan kausa kriminologisnya untuk dimanfaatkan bagi perencanaan sosial pada era pembangunan dewasa ini dan di masa mendatang.
Menurut Soerjono Soekanto, tujuan kriminologi adalah untuk mengembangkan kesatuan dasar-dasasr umum dan terinci serta jenis-jenis pengetahuan lain tentang proses hukum, kejahatan dan reaksi terhadap kejahatan. Pengetahuan ini diharapkan akan memberikan sumbangan bagi ilmu-ilmu sosial guna memberikan sumbangan bagi pembaharuan yang lebih mendalam mengenai perilaku sosial.
Lebih lanjut Soerjono Soekanto dengan mengutip buku pedoman fakultas hukum ilmu sosial UI tahun 1978 bahwa tujuan tertentu kriminologi adalah :
          1. Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai perilaku manusia dan lembaga-lembaga sosial masyarakat yang mempengaruhi kecenderungan dan menyimpang norma-norma hukum
2. mencari cara-cara yang lebih baik untuk mempergunakan pengertian ini dalam melaksanakan kebijaksanaan sosial yang dapat mencegah atau mengurangi kejahatan.











PELAJARAN 2
Kemudian dalam perkembangannya, guna membahas dimensi kejahatan/penjahat. Dikenal teori-teori kriminologi. Menurut Williams III dan Marilyn McShane. Teori ini diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:
1.    Teori abstrak atau teori-teori makriminologio (macrotheories)
Pada asasnya teori-teori dalam klasifikasi ini mendeskripsikan korelasi antara kejahatan dengan struktur masyarakat kedalam macrotheories ini adalah teori anomie dan teori konflik.
2.    Teori-teori micro (microtheories) yang bersifat lebih konkriminologiit
Teori ini ingin menjawab mengapa seseorang atau kelompok orang dalam masyarakat melakukan kejahatan atau menjadi criminal (etiologi criminal). Konkritnya teori-teori ini lebih bertendensi pada pendekatan psikologis atau biologis. Termasuk dalam teori-teori ini adalah social control theory dan social learning theory
3.    Beidging theories
Yang tidak termasuk kedalam kategori teori makriminologio atau mikriminologio dan mendeskripsikan tentang struktur sosial dan bagaimana seseorang menjadi jahat. Namun kenyataanya, klasifikasi teori-teori ini kerap membahas epidemiologi yang menjelaskan rates of crime dan etiologi pelaku jahat termasuk kelompok ini adalah subculture theory dan Differential Oppurtunity theory.

















PELAJARAN 3

1.   Teori Asosiasi Deferensial (EH Sutherland)
Teori ini dikemas dalam dua versi, pertama pada tahun 1939 dan yang kedua pada tahun 1947. Pada versi pertama, Sutherland dalam bukunya Principles edisi ketiga, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi diferensial. Pengertian asosiasi diferensial oleh Sutherland dimaksudkan bahwa tidak berarti bahwa hanya kelompok pergaulan dengan penjahat akan menyebabkan perilaku criminal tetapi yang terpenting adalah 2 sisi dari proses komunikasi dengan orang lain.
Munculnya teori asosiasi diferensial ini didasarkan pada tiga hal, yaitu:
a.    Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat dilaksanakan
b.    Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan.
c.    Konflik budaya (conflick of cultures) merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.
Versi kedua, yang disajikan pada bukunya edisi ke empat (1947), Sutherland menekankan bahwa semua tingkah laku dipelajari. Dengan kata lain, pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akriminologiab.
Jadi kesimpulannya ialah, menurut teori asosiasi diferensial tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Yang dipelajari dalam kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan (nilai-nilai, motif, rasionalisasi dan tingkah laku) yang mendukung perbuatan jahat tersebut.
          Durkheim dalam bukunya yang berjudul the Duvisuon of Labor in Society 1893 menggunakan istilah anomie untuk menggambarkan keadaan deregulation di dalam masyarakat. Keadaan deregulasi oleh Durkheim diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dan orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain. Keadaan deregulation atau normlessness inilah yang menimbulkan perilaku deviasi.
          Pada tahun 1938 Merton mengambil konsep anomi untuk menjelaskan perbuatan deviasi di Amerika. Tetapi konsep dari Merton berbeda dengan apa yang dipergunakan oleh Durkheim.
          Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapaitujuan tersebut terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataan tidak setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan timbul penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan. Dalam perkembangan selanjutnuya Merton tidak lagi menekankan pada tidak meratanya sarana-sarana yang tersedia tetapi lebih menekankan pada perbedaan-perbedaan struktur kesempatan.
          Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. Struktur sosial, yang berbentuk kelas-kelas, menyebutkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan. Keadaan- keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan perbedaan struktur kesempatan ) akan menimbulkan frustasi di kalangan para warga yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena tidak adanya kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan menimbulkan keadaan di mana para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan serta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat.
          Hal inilah yang dinamakan anomi. Merton mengemukakan lima cara untuk mengatasi anomi, yaitu:
a.    Konformitas (conforming), yaitu suatu keadaan dimana warga masyarakat tetap menerima tujuan-tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat karena adanaya tekanan moral
b.    Inovasi (innovation), yaitu suatu keadaan dimana tujuan yang terdapat dalam masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya untuk mendapatkan/memiliki uang yang banyak seharusnya mereka menabung. Tetapi untuk mendapatkan banyak uang secara cepat mereka merampok bank
c.    Ritualisme (ritualism) adalah suatu keadaan dimana warga masyarakat menolak tujuan yang telah ditetapkan dan memilih sarana-sarana yang telah ditentukan
d.    Penarikan diri (retreatisme) merupakan keadaan dimana para warga menolak tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat.
e.    Pemberontakan (rebellion) adalah suatu keadaan di mana tujuan dan ssarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti/mengubah seluruhnya.

3.   Subkultur (salomon kobrin ) Teori

Teori ini berkembang pada tahun 1950an hingga awal tahun 1960 yang menekankan pada kenakalan remaja yang berbentuk Gang. Ada dua topic yang dibahas oleh para ahli kriminologi berkaitan dengan kenakalan gang dan teori-teori tentang subkultur yaitu:

a.    Kenakalan subkultur (Cohen 1955)
Albert K Cohen melalui suatu penelitiannya, menyatakan bahwa perilaku delinkuen lebih banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah (lower class) dan mereka lebih banyak membentuk gang yang bersifat tidak berfaedah, dengki dan jahat. Hal ini disebabkan adanya permasalahan yang dihadapi mereka.
b.    Teori Perbedaan Kesempatan (Cloward dan Ohlin 1959)
Cloward dan Ohlin menulis bahwa terdapat lebih dari satu cara bagi remaja untuk mencapai aspirasinya. Pada masyarakat urban yang merupakan wilayah kelas bawah terdapat berbagai kesempatan sah yang dapat menimbulkan berbagai kesempatan. Dengan demikian kedudukan masyarakat menentukan kemampuan untuk berpartisipasi dalam mencapai sukses, baik melalui kesempatan konvensional maupun criminal
4.   Teori Label (Howard S becker dan Edwin Lemert)

Teori ini lahir pada tahun 1960an, pendekatan teori labeling dapat dibedakan dalam 2 bagian:
a.    Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label
b.    Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya.
Sudah menjadi kesepakatan diantara para penganut teri label bahwa proses pemberian label merupakan penyebab seseorang untuk menjadi jahat. Menurut romli atmasasmita, terdapat dua konsep penting dalam teori ini, yaitu Primary Deviance: Ditujukan kepada perbuatan penumpangan tingkah laku awal serta secondary deviance. Berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang sebagai akibat dari penangkapn dan cap sebagai penjahat.
          Sekali cap atau status ini dilekatkan pada seseorang, maka sangat sulit orang yang bersangkutan untuk selanjutnya melepaskan diri dari cap yang dimaksud dan kemudian akan mengidentifikasikan dirinya dengan cap yang telah diberikan masyarakat terhadap dirinya.
5.   Teori Konflik
Teori ini muncul tidak lama setelah teori label. Teori ini lebih menekankan pada pola kejahatan yang ada dan mencoba untuk memeriksa atau meneliti pembentukan hukum dan penerapan hukum pidana. Teori konflik pada hakikatnya merupakan cabang dari teori label. Ada beberapa bentuk teori konflik yang mendasar pada suatu asumsi bahwa konflik merupakan keadaan yang alamiah yang ada dalam masyarakat. Bentuk teori ini terbagi atas dua bagian, yaitu Konflik Konservatif dan Radikal Konflik.
          Konflik konservatif menekankan pada dua hal yaitu kekuasaan dan penggunaannya. Teori ini beranggapan bahwa konflik muncul diantara kelompok-kelompok yang mencoba untuk menggunakan control atas situasi atau kejadian. Atau dalam arti kata lain, bahwa siapa yang memiliki kekuasaan akan dapat mempengaruhi perbuatan khusus. Disamping itu mereka juga dapat memaksakan nilai-nilai terhadap kelas sosial yang lebih rendah. Sedangkan Radikal Konflik menempatkan diri diantara politik dan materialisme. Diantara para tokoh teori ini seperti Chambis, Quinney dan K. Marx, merupakan tokoh yang paling berpengaruh. Apabila marx menyatakan hal yang berkaitan dengan kejahatan dan penjahat, para penganut radikal konflik akan meyesuaikan penjelasan terhadap pendapat Marx. Marx melihat konflik dalam masyarakat disebabkan adanya hak manusia atas sumber-sumber yang langka dan secara historis tidak terdapat kesamaan dalam penyebaran sumber-sumber tersebut, khusus mengenai kekuasaan.

6.   Teori Kontrol
Pengertian teori control merujuk kepada setiap perspektif yang membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Teori konrol merupakan suatu teori yang berusaha mencari jawaban mengapa orang melakukan kejahatan. Berbeda dengan teori-teori yang lain. Teori control tidak lagimempertanyakan mengapa orang melakukan kejahatan tetapi mengubah pertanyaan tersebut menjadi mengapa tidak semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat pada hukum

Ditinjau dari sosiologi kejahatan merupakan suatu persoalan yang paling serius atau penting dalam hal timbulnya disorganisasi sosial, karena penjahat-penjahat itu sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-dasar dari pemerintah, hukum, ketertiban, dan kesejahteraan umum. Adapun unsur-unsur kejahatan meliputi:
1.    Harus ada sesuatu perbuatan manusia berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku di Indonesia yang dapat dijadikan subyek hukum hanyalah manusia. Demikian pula badan hukum, badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat menjadi subyek hukum akan tetapi badan hukum tidak dapat dituntut karena hukum pidana. Hal ini sesuai dengan sifat hukum pidana kita yang bersandar pada ajaran mengaharuskan adanya unsur “dosa”
2.    Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan pidana. Untuk hal ini perlu diselidiki apakah unsur-unsur yang dimuat didalam ketentuan hukum itu terdapat di dalam perbuatan
3.    Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat. Untuk dapat dikatakan seseorang berdosa diperlukan adanya kesadaran pertanggungan jawab, adanya hubungan pengaruh dari keadaan jiwa orang atas perbuatanya kehampaan alasan yang dapat melepaskan diri dari pertanggungan jawab.
4.    Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum secara formal perbuatan yang terlarang itu berlawanan dengan perintah undang-undang itulah perbuatan melawan hukum.
5.    Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman di dalam undang-undang. Tidak boleh suatu perbuatan dipidana kalau perbuatan pidananya tersebut belum diatur undang-undang.
Adapun selain teori yang dikumukakan diatas, Hermann Mannheim mengungkapkan bahwa terdapat 3 pendekatan yang dapat dilakukan dalam memplajari masalah kejahatan yaitu:
1.   Pendekatan Deskriptif
Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan observasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti:
a.    Bentuk tingkah laku criminal
b.    Bagaimana kejahatan dilakukan
c.    Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda
d.    Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya.
e.    Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan
Di kalangan ilmuan, pendekatan deskriptif sering dianggap sebagai pendekatan yang bersifat sangat sederhana. Meskipun demikian pendekatan ini sangat bermanfaat sebagai studi awal sebelum melangkah pada studi yang lebih mendalam. Hermann Mannheim menegaskan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi bila menggunkan pendekatan deskriptif, yaitu:
a.    Pengumpulan fakta tidak dapat dilakukan secara random, oleh karena itufakta-fakta yang diperoleh harus dilakukan secara selektif
b.    Harus dilakukan penafsiran, evaluasi dan memberikan pengertian secara umum terhadap fakta-fakta yang diperoleh tanpa dilakukan penafsiran evaluasi dan memberi pengertian secara umum, maka fakta-fakta tersebut tidak akan mempunyai arti.

2.    Pendekatan Sebab Akibat
Disamping pendekatan deskriptif, pemahaman terhadap kejahatan dapat dilakukan melalui pendekatan sebab-akibat hal ini berarti fakta-fakta yang terdapat dalam masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum. Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi berbeda dengan hubungan sebab-akibat yang terdapat dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar suatu perkara dapat dilakukan penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara suatu perbuatan dengan akibat yang dilarang.

Berbeda dengan hubungan sebab akibat dalam hukum pidana, dalam kriminologi hubungan sebab akibat dicari setelah hubungan sebab akibat dalam hukum pidana terbukti. Untuk lebih jelasnya, apabila hubungan kausal dalam hukum pidana telah diketahui, maka hubungan sebab akibat dalam kriminologi dapat dicari yaitu dengan mencari jawaban atas pertanyaan mengapa orang tersebut melakukan kejahatan. Usaha untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan sebab akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil

3.    Pendekatan Secara Normatif

Kriminologi dapat dikatakan sebagai Idiographic Discipline dan Nomothetic Discipline. Dikatakan sebagai Idiographic Discipline, karena kriminologi mempelajari fakta-fakta sebab sebab dan kemungkinan kemungkinan dalam kasus yang bersifat individual. Sedangkan yang dimaksud dengan Nomothetic Discipline.


TEORI DIFERENSIAL ASOSIATION

KONDISI SOSIAL  (SOCIAL SITUATION)
Ò  PADA 1920 & 1930 MERUPAKAN AWAL KEMUNCULAN TEORI E.H. SUTHERLAND
Ò  FBI (FEDERAL BOUREAU INTELEGENT) MEMULAI PELAPORAN TAHUNAN KEJAHATAN KEPADA POLISI
Ò  SEJAK DIPERHATIKAN DATA EKOLOGI THE CHICAGO SCHOOL, BEGITU JUGA DATA STATISTIK à MENDUKUNG PANDANGAN BAHWA KEJAHATAN MERUPAKAN BAGIAN BIDANG SOSIOLOGI SELAIN BIDANG BIOLOGI ATAU PSIKOLOGI
Ò  TERJADI DEPRESI DALAM SUATU MASYARAKAT, SEHINGGA TIMBUL KEJAHATAN SBG PRODUCT OF SITUATION, OPPORTUNITY AND OF COURSE VALUE
Ò  KEJAHATAN MUNCUL DILINGKUNGAN PEMERINTAH
ASUMSI DASAR
Ø  CRIMINAL BEHAVIOR IS LEARNED –“LEARNING THEORY” à ALBERT BANDURA
Ø  CONDUCT NORM (NILAI YANG BERBEDA) à THORSTEN SELLIN
Ø  SIGNIFICANT OTHER à KELOMPOK YANG PALING BERMAKNA DALAM MENENTUKAN/ MEMBENTUK SIKAP à GEORGE MEAD
Ø  THE LOOKING GLASS SELF à WATAK MANUSIA MERUPAKAN HASIL DARI PROSES BELAJAR & BERINTERAKSI DENGAN YANG LAIN à CHARLES HORTON COOLEY’S
KEKUATAN TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION àada  9 PROPOSISI
1. CRIMINAL BEHAVIOR IS LEARNED – TINGKAH LAKU KRIMINAL DIPELAJARI
2. TINGKAH LAKU KRIMINAL DIPELAJARI DALAM HUBUNGAN INTERAKSI DENGAN ORANG LAIN MELALUI SUATU PROSES KOMUNIKASI
3. BAGIAN PENTING DARI MEMPELAJARI TINGKAH LAKU KRIMINAL TERJADI DALAM KELOMPOK INTIM.
4. MEMPELAJARI TINGKAH LAKU KRIMINAL, TERMASUK DI DALAMNYA:
a)      TEKNIK MELAKUKAN KEJAHATAN; DAN
b)      MOTIVASI/DORONGAN ATAU ALASAN PEMBENAR
5. DORONGAN TERTENTU INI DIPELAJARI MELALUI PENGHAYATAN ATAS PERATURAN PERUNDANGAN: MENYUKAI ATAU TIDAK MENYUKAI
6. SESEORANG  MENJADI ‘DELINQUENT’ KARENA PENGHAYATANNYA TERHADAP PERATURAN PERUNDANGAN: LEBIH SUKA MELANGGAR DARIPADA MENAATINYA.
7. DIFFERENTIAL ASSOCIATION INI BERVARIASI TERGANTUNG DARI FREKWENSI, DURASI, PRIORITAS DAN INTENSITAS
8. PROSES MEMPELAJARI TINGKAH LAKU KRIMINAL MELALUI PERGAULAN DENGAN POLA KRIMINAL DAN ANTI – KRIMINAL MELIBATKAN SEMUA MEKANISME YANG BERLAKU DALAM SETIAP PROSES BELAJAR.
9. SEKALIPUN  TINGKAH LAKU KRIMINAL MERUPAKAN PENCERMINAN DARI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN UMUM DAN NILAI-NILAI, AKAN TETAPI TINGKAH LAKU KRIMINAL TERSEBUT TIDAK DAPAT DIJELASKAN MELALUI KEBUTUHAN UMUM DAN NILAI-NILAI TADI, OLEH KARENA TINGKAH LAKU NON – KRIMINAL PUN MERUPAKAN PENCERMINAN DARI KEBUTUHAN UMUM DAN NILAI-NILAI YANG SAMA.
KEKUATAN DAN KELEMAHAN TEORI D.A
KEKUATANNYA :
1. ANTARA METAFIS DAN EMPIRIS SECARA KORELATIF DAPAT DITERIMA, NAMUN SULIT DITERAPKAN SECARA EMPIRIS
2. BERSIFAT KOMPREHENSIF
3. BERUSAHA MEMUNCULKAN 2 TINGKAT YAITU MASYARAKAT DAN PRIBADI
  
KELEMAHANNYA
1. TIDAK SETIAP ORANG YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJAHATAN AKAN MENIRU POLA-POLA KRIMINAL
2. TIDAK PEDULI PADA KARAKTER ORANG-ORANG YANG TERLIBAT DALAM PROSES BELAJAR TSB
3. TIDAK MENJELASKAN MENGAPA SESEORANG LEBIH SUKA MELANGGAR

KRITIK TEORI D.A
1. TIDAK SEMUA BENTUK KEJAHATAN. DAPAT DITERANGKAN DENGAN TEORI D.A.
2. TIDAK MEMPERHITUNGKASN PERSONALITY TRAITS & FACTORS, PSYCHOLOGIAL TO THE VIOALTION OF LAWS
3. RASIO POLA PERILAKU YANG DIPELAJARI UNTUK MENERANGKAN KEJHT. TIDAK DAPAT DIPASTIKAN DENGAN AKURAT
4. TERLALU MENYEDERHANAKAN PROSES,  DIPELAJARINYA KEJAHATAN

TEORI KLASIK
Klasifikasi Teori
l  Sangat tergantung pada ideologi dan subjektivitas orang yang melakukan teori
l  Pada umumnya membuat dikotomi
l  Sering membuat klasifikasi yang bersifat artifisial
l  Tidak satupun klasifikasi yang komprehensif dan ekshaustif
DASAR KLASIFIKASI
l  Aliran yang berkembang sejalan dengan waktu
l  Ide/konsep dasar
l  Isu yang menjadi tema utama teoritisi utama/dramatis personae
DIKOTOMI KLASIFIKASI TEORI, MISALNYA
l  KONSENSUS VS KONFLIK
l  KLASIKAL VS POSITIVISTIK
l  STRUKTURAL VS PROSESUAL
l  SOSIOLOGIS VS BIOLOGIS
l  MAKRO VS MIKRO
BAGAIMANA DI INDONESIA
l  Kriminologi sedikit sekali menjadi bahjasan serius dalam wacana akademik, walau cukup ‘ngetop’ dalam pembicaraan warung kopi
l  Pengembangan teoritis sangat miskin, utamanya oleh komunitas hukum (conflicting paradigm between law and criminology)
l  Penelitian juga sama miskinnya
l  Padahal sangat diperlukan untuk menunjang pengetahuan HUKUM PIDANA dan SISTEM PERADILAN PIDANA
KECENDERUNGAN PENDEKATAN DALAM KRIMINOLOGI DI INDONESIA
l  Konservatif untuk kasus kejahatan kekerasan
l  Ekonomi, untuk kasus kejahatan ekonomi
l  Radical conflict untuk kasus kejahatan politik
l  Ekologis untuk kejahatan kolektif, kenakalan anak
KLASIFIKASI TEORI
l  Teori Klasikal (arm chair):timbul dari pemikiran2 dan bukan didasarkan pada penelitian2
l  Teori Positivist (C Lombrosso:mengusulkan teori2 berdasarkn dari lapangan. Agust Comte (pelopor) karena ia meninjau penelitian sain untuk mengadakan penelitian sosial
l  Teori Struktur: struktur masyarakatnya demikian
l  Teori Proses: melihat memang melalui proses
l  Teori Konsensus: semua warga masy mempunyai kesamaan pandangan apa yang sebenarnya dianggap sbg norm yang diberi sanksi à masy homogen
l  Teori Konflik: masyarakat heterogen yang muncul dari manifestasi kelompok2 yang paling dominan
l  Teori Sosiologis: berkaitan dengan faktor eksternal masyarakat
l  Teori Biologis: Cesare Lombrosso


TEORI KRIMINOLOGI KLASIK vs POSITIVIS































TEORI KLASIK
(THE CLASSICAL SCHOOL)
l  ADMINISTRATIVE CRIMINOLOGI ® TIDAK MENDASARKAN PADA TEORI TETAPI PADA ADMINISTRASI LAPANGAN
l  FREE WILL ® KEHENDAK BEBAS
l  MANUSIA SEBAGAI MAHLUK RASIONAL
l  MANUSIA BERTANGGUNG JAWAB ATAS PERILAKUNYA – FELCIFIC CALCULUS – BENEFIT: MENGHITUNG KESALAHAN
l  PERILAKU MANUSIA SELALU HEDONIS
l  FOKUS PADA MORALITAS
l  PERHATIAN PADA HAK ASASI MANUSIA

PANDANGAN BECCARIA
(CESARE BONESANA  MARCHESE DI BECCARIA, 1738 – 1794)
l  HUKUM HARUS DIGUNAKAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KONTRAK SOSIAL
l  HANYA BADAN LEGISLATIF YANG MEMBUAT HUKUM
l  HAKIM MENJATUHKAN PIDANA SEMATA-MATA BERDASAR HUKUM
l  HAKIM TIDAK BOLEH MELAKUKAN INTERPRETASI TERHADAP HUKUM ® JUDGE MADE LAW, STARE DECISIS/PRECEDENT
l  PIDANA HARUS DIDASARKAN PADA PRISIP PLEASURE/PAIN – “LET THE PUNISHMET FIT THE CRIME” – HUKUMAN HARUS COCOK DENGAN KEJAHATANNYA.
l  PIDANA DIJATUHKAN BERDASARKAN PERILAKU, BUKAN PELAKUNYA
l  PIDANA HARUS SEGERA DAN EFEKTIF
l  SEMUA ORANG DIPERLAKUKAN SEDERAJAT – HUMAN RIGHT
l  PIDANA MATI HARUS DIHAPUSKAN
l  PENYIKSAAN UNTUK MEMPEROLEH PENGAKUAN HARUS DIHAPUSKAN
l  PENCEGAHAN LEBIH BAIK DARIPADA PEMIDANAAN.
JEREMY BENTHAM (1748 – 1832)
PELOPOR ALIRAN UTILITARIARISME
KEBAIKAN YANG TERBAIK ADALAH KEADILAN YANG TERBANYAK 
l  THE GREATEST HAPPINESS FOR THE GREATEST NUMBER
l  UTILITARIARISM
l  FELCIFIC CALCULUS
l  CRIME VS PUNISHMENT (PAIN VS PLEASURE)
- EQUAL TREATMENT
KRITIK TERHADAPA ALIRAN KLASIK
l  EQUALITY OF PUNISHMENT = INEQUALITY
CONTOH : ANAK DIBAWAH UMUR DAN RESIDIVIS
WEWENANG DISKRESI PENGADILAN MENJADI TERKIKIS
l  NEOKLASIK
l  MODIFIKASI ATAS DOKTRIN KLASIK
l  MEMASUKKAN UNSUR LINGKUNGAN, PSIKOLOGIS DAN DASAR PERINGAN / PERBERAT PIDANA LAINNYA
 ALIRAN POSITIVIST
AUGUST COMTE (1798 – 1857)
l  THERE COULD BE NO REAL KNOWLEDGE OF SOCIAL PHENOMENON. UNLESS IT WAS BASED ON  A SCIENTIFIC APPROACH – PENELITIAN HARUS DIDUKUNG OLEH METODOLOGI YANG SAHIH
l  6 VOLUME OF “COURS DE PHILOSOPHIE POSITIVE (1830 – 1842)
l  DIA (A C) MENENTANG “ARM CHAIR THEORY” (TEORITISI YANG MENGELUARKAN TEORI-TEORI YANG BERASAL DARI PERASAAN-PERASAAN SENDIRI TANPA PENELITIAN DI LAPANGAN)

TEORI KONTROL SOSIAL

ASUMSI DASAR
  MUNCULNYA  TEORI KONTROL DISEBABKAN TIGA RAGAM PERKEMBANGAN DLM KRIMINOLOGI:
  ADANYA REAKSI TERHADAP ORIENTASI LABELING DAN KONFLIK > KEMBALI KE PENELITIAN TTG BEHAVIOUR CRIMINAL
  MUNCUL STUDI CRIMINAL JUSTICE >MEMPENGARUHI KRIMINOLOGI LEBIH PRAGMATIS DAN BERORIENTASI PADA SISTEM
  TEORI KONTROL SOSIAL DIKAITKAN DENGAN TEKNIK PENELITIAN BARU >SELF REPORTING SURVEY
  DURKHEIM à KEJAHATAN ITU NORMAL (CRIME IS NORMAL)
  “BUKAN PERTANYAAN MENGAPA ORANG MELAKUKAN KEJAHATAN TETAPI MENGAPA ORANG  LAIN TIDAK MELAKUKAN KEJAHATAN ?”
POKOK PIKIRAN DARI TEORI KONTROL SOSIAL
  PERLINDUNGAN DAN KEPUASAN SENDIRI MERUPAKAN CIRI DARI MANUSIA, KARENANYA PERILAKU MANUSIA CENDRUNG MENJADI MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI.
  PERILAKU MANUSIA HARUS DIBATASI DAN DIATUR DEMI KEPENTINGAN BERSAMA.
  ATURAN HIDUP DIBATASI OLEH MASYARAKAT  MERUPAKAN ATURAN MORAL
  MANUSIA DILEKATI ATURAN MORAL YANG SUDAH DITERAPKAN SEJAK MASA KANAK-KANAK
  KETERIKATAN PADA ATURAN MORAL TERDIRI ATAS UNSUR-UNSUR YANG MEMPERTAHANKAN DAN MEMPERKUAT KONFORMITAS.
  UNSUR LAIN àKOMITMEN, KETERLIBATAN, DAN KEPERCAYAAN AGAMA DAN HUKUM.
  UNSUR INI DISAJIKAN DENGAN BERBAGAI TINGKATAN, PADA BEBERAPA KASUS DAPAT MENJADI LEMAH, ATAU TIDAK SAMA SEKALI, INDIVIDU MEMILIKI LEBIH BANYAK KEBEBASAN UNTUK MEMENUHI KEPENTINGAN SENDIRI DAN PERILAKU MENYIMPANG.
IVAN NYE-> ASUMSI TEORI KONTROL
  HARUS ADA KONTROL INTERNAL MAUPUN EKSTERNAL,
  MANUSIA DIBERIKAN KAIDAH-KAIDAH SUPAYA TIDAK MELAKUKAN PELANGGARAN,
  PENTINGNYA PROSES SOSIALISASI BAHWA ADA SOSIALISASI YANG ADEQUAT (MEMADAI), AKAN MENGURANGI TERJADINYA DELINKUEN, KARENA DI SITULAH DILAKUKAN PROSES PENDIDIKAN TERHADAP SESEORANG.
  DIHARAPKAN REMAJA MENTAATI HUKUM (LAW ABIDING).
SOSIAL HERITAGE
  KEBERADAAN MASY. TRADISIONAL YANG MASIH KUAT TERHADAP ADAT ISTIADAT.
  MUNCULNYA PERILAKU MENYIMPANG DARI INDIVIDU TIDAK TERLEPAS DARI PENGARUH MASY. .ITU SENDIRI, MORAL MERUPAKAN CERMINAN DARI MASY. TERSEBUT.
  MORAL à NORMA INTERNAL YANG DIYAKINI KEBENARANNYA SEHINGGA PELANGGARAN TERHADAP NORMA AKAN MENIMBULKAN REAKSI NEGATIF DARI MASYARAKAT.
  DALAM TEORI KONTROL BUKAN PERTANYAAN MENGAPA ORANG MELAKUKAN KEJAHATAN, AKAN TETAPI MENGAPA ORANG-ORANG TIDAK MELAKUKAN KEJAHATAN (WHY DON’T PEOPLE COMMIT CRIME?).
INTELECTUAL HERITAGE
  WALTER C RECKLESS DENGAN KONSEP CONTAINMENT TEORI
  ALBERT J REISS DENGAN KONSEP PERSONAL CONTROL DAN SOCIAL CONTROL
  F. IVAN NYE DENGAN KONSEP INTERNAL CONTROL DAN EXTERNAL CONTROL
  JACKSON TOBY DENGAN COMMITMENT
  SCOTT BRIAR DAN IRVING PILLIAVIN DENGAN KONSEP COMMITMENT ATAU STAKE IN CONFORMITY
  DAVID MATZA DAN GRESHAM SYKES KONSEP TECHNIQUE OF NEUTRALIZATION
  TRAVIS HIRSCHI DENGAN KONSEP “SOCIAL BOND” (IKATAN SOSIAL) DENGAN TEORI KONTROL SOSIAL-NYA.
PERKEMBANGAN TEORI KONTROL SOSIAL
  1950an à BEBERAPA TEORITISI MENGADAKAN PENYELIDIKAN TEORI KONTROL TERHADAP KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY)
  1951,  ALBERT J. REIS à MENGGABUNGKAN KONSEP KEPRIBADIAN DAN SOSIALISASI HASIL PENELITIAN DARI ALIRAN CHICAGO.
ADA 3 KOMPONEN DARI TEORI KONTROL SOSIAL:
  KURANGNYA KONTROL INTERNAL YANG WAJAR SELAMA ANAK-ANAK
  HILANGNYA KONTROL TERSEBUT
  TIDAK ADANYA NORMA-NORMA SOSIAL/KONFLIK ANTAR NORMA BAIK DI SEKOLAH, DENGAN ORANGTUA, LINGKUNGAN.
ALBERT J. REIS  MEMBEDAKAN 2 MACAM KONTROL:
  KONTROL PERSONAL: KEMAMPUAN SESEORANG U/ MENAHAN DIRI U/ TIDAK MENCAPAI KEBUTUHANNYA DENGAN CARA MELANGGAR NORMA-NORMA YANG BERLAKU DI MASYARAKAT.
  SOSIAL KONTROL: KEMAMPUAN KELOMPOK  SOSIAL/ LEMBAGA2 DI MASYARAKAT UNTUK MELAKSANAKAN NORMA2/PERATURAN2 MENJADI EFEKTIF.
  1957 JACKSON TOBY à COMMITMENT
  KEKUATAN YANG SANGAT MENENTUKAN DALAM MEMBENTUK SIKAP KONTROL SOSIAL
  à SCOTT BRIAR & IRVING PILIAVIAN à PENINGKATAN KOMITMEN INDIVIDU DAN ADAPTASI/PENYESUAIAN DIRI MEMEGANG PERANAN DALAM MENGURANGI PENYIMPANGAN.
  1961,  WALTER C. RECKLESS à DIBANTU SIMON DINITZ à(CONTAINMENT THEORY) à JUVENILE DELINQUENCY MERUPAKAN HASIL DARI AKIBAT INTERRELASI ANTARA DUA BENTUK KONTROL, YAITU INTERNAL (INNER) DAN EKSTERNAL (OUTER)
TEKNIK NETRALISASI
  DAVID MATZA & GRESHAM SYKES à
  TEORI TECHNIQUE OF NEUTRALIZATION àSUATU TEHNIK YANG MEMBERIKAN KESEMPATAN BAGI SEORANG INDIVIDU UNTUK MELONGGARKAN KETERIKATAN-NYA DENGAN SISTEM NILAI2 YANG DOMINAN SHG INDIVIDU BEBAS MELAKUKAN KENAKALAN.
  1. DENIAL OF RESPONSIBILITY àMENUNJUK PADA SUATU ANGGAPAN DI KALANGAN REMAJA NAKAL YANG MENYATAKAN BAHWA DIRINYA MERUPAKAN KORBAN DARI ORANG TUA YANG TIDAK KASIH, LINGKUNGAN PERGAULAN YANG BURUK ATAU BERASAL DARI TEMPAT TINGGAL YANG KUMUH (SLUM).

  2. DENIAL OF INJURY à MENUNJUK KEPADA SUATU ALASAN DI KALANGAN REMAJA NAKAL BAHWA TINGKAH LAKU MEREKA SESUNGGUHNYA TIDAK MERUPAKAN SUATU BAHAYA YANG BESAR/BERARTI. SEHINGGA MEREKA BERANGGAPAN BAHWA VANDALISME MERUPAKAN KELALAIAN SEMATA-MATA DAN MENCURI MOBIL SESUNGGUHNYA MEMINJAM MOBIL, PERKELAHIAN ANTARA GANG MERUPAKAN PERTENGKARAN BIASA.

  3. DENIAL OF THE VICTIM à  MENUNJUK KEPADA SUATU KEYAKINAN DIRI PADA REMAJA NAKAL, BAHWA MEREKA ADALAH PAHLAWAN SEDANGKAN KORBAN JUSTRU DIPANDANG SEBAGAI MEREKA YANG MELAKUKAN KEJAHATAN

  4. CONDEMNATION OF THE COMDEMNERS à MENUNJUK KEPADA SUATU ANGGAPAN BAHWA POLISI SEBAGAI HIPOKRIT, MUNAFIK, ATAU PELAKU KEJAHATAN TERSELUBUNG YANG MELAKUKAN KESALAHAN ATAU MEMILIKI PERASAAN TIDAK SENANG PADA MEREKA. PENGARUH TEHNIK INI ADALAH MERUBAH SUBJEK YANG MENJADI PUSAT PERHATIAN, BERPALING DARI PERBUATAN-PERBUATAN KEJAHATAN YANG TELAH DILAKUKANNYA
  5. APPEAL TO HIGHER LOYALTIES àMENUNJUK PADA SUATU ANGGAPAN DI KALANGAN REMAJA NAKAL, BAHWA MEREKA TERPERANGKAP DI ANTARA TUNTUTAN MASYARAKAT, HUKUM, DAN KEHENDAK KELOMPOK MEREKA.
Reckless dan Travis Hirschi
Containment Theory dan Social Bond Theory
Asumsi Umum:
  • Manusia cenderung mengejar kepentingan diri secara maksimal
  • Oleh karena itu, setiap orang memiliki kapasitas untuk melakukan kejahatan
  • Banyak orang tidak melakukan kejahatan karena pengaruh-pengaruh yang membatasinya
  • Oleh karena itu, apa yang harus dijelaskan adalah bukan “mengapa beberapa orang terlibat kenakalan?” Tetapi “mengapa kebanyakan orang tidak terlibat kenakalan?”
Containment Theory – Reckless
Containment Theory
Reckless beranggapan bahwa orang-orang tidak akan dapat dipisahkan dari kejahatan
  •  Jika sosialisasi yang memadai telah diberikan oleh OT dan Institusi Sosial lainnya, individu akan menkontrol atau menghalangi dirinya sendiri à individu menyediakan “penghalang” bagi dirinya sendiri à mengawasi dorongan-dorongan alamiah yang dapat mendorong pelanggaran-pelanggaran norma (inner Containment)
  • Jika individu tidak dapat menghalangi dirinya dari pelanggaran norma, keluarganya atau “peers” harus mencoba untuk menghalanginya à jika mereka gagal, institusi-institusi sosial lainnya harus menyediakan “halangan-halangan” (Outer Containment)
Social Bond Theory – Hirschi
Social Bond Theory
Mengacu teori Recklass, sosiolog Travis Hirschi mengembangkan teori yang beranggapan bahwa tingkah laku menyimpang diminimalkan ketika orang-orang memilki ikatan yang kuat yang menghubungkannya dengan :
  •  keluarga/sekolah/”peers”/gereja/atau institusi sosial lainnya
Ada empat elemen dari teori Hirschi :
  •  Attachment,Commitment, Involvement, Beliefs
Attachment mencacu pada kepekaan terhadap dan kepentingan orang lain à menunjukkan betapa kuatnya kita terikat dengan orang lain à membutuhkan kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain dan kepentingan-kepentingan kesejahteraan mereka
  • Dengan adanya keterikatan hubungan yang kuat antara individu dengan lingkungannya dapat menimbulkan sinergi saling mendukung satu sama lain à membatasi keinginan melakukan perbuatan menyimpang
  • Ada 3 lokasi utama bagi Attachment : Orang Tua, Sekolah, ‘peers”
Commitment, mengacu pada derajat di mana individu dilibatkan di dalam bentuk-bentuk konvensional dari tingkah laku (sekolah, pekerjaan)
  • Komitmen membutuhkan waktu, energi dan usaha-usaha.
  • Semakin individu mengembangkan komitmen, semakin kecil peluang individu untuk melakukan penyimpangan karena tingginya penghargaan terhadap dirinya sendiri yang diwujudkan dari subsistem konvensional.
Involvement, mengacu pada banyaknya waktu yang digunakan oleh individu untuk terlibat dalam aktivitas konvensional (terutama melalui sekolah, rekreasi dan keluarga)
  • Pelibatan diri di dalam aktivitas konvensional menyisahkan sedikit waktu bagi kemungkinan melakukan penyimpangan
Beliefs, mengacu pada penerimaan dari moralitas konvensional dan penghargaan terhadap otoritas
  • Mengacu pada nilai-nilai tertentu seperti : Sharing, Sensitivity to others, Respect for society’s legal code
  • Perilaku menyimpang tidak akan terjadi jika seseorang dibentengi oleh nilai-nilai ritual, ibadah, nilai-nilai kepercayaan, dan norma yang mengikat bagi dirinya.
  • Kepercayaan dan keyakinan yang kuat selanjutnya dapat di pompa kedalam perilaku yang tertata baik oleh nilai moral dan religi serta legal

KELEMAHAN TEORI KONTROL
  TEORI INI BERUSAHA UNTUK MENJELASKAN KENAKALAN REMAJA DAN BUKAN KEJAHATAN OLEH ORANG DEWASA
  TEORI INI MENARUH PERHATIAN YANG CUKUP BESAR PADA SIKAP, KEINGINAN, DAN TINGKAH LAKU YANG MESKI MENYIMPANG SERING MERUPAKAN TINGKAH LAKU ORANG DEWASA
  IKATAN SOSIAL (SOCIAL BOND) DALAM TEORI HIRSCHI SEPERTI VALUES, BELIEF, NROMA, DAN ATTITUDES TIDAK PERNAH SECARA JELAS DIDEFINISIKAN.
  KEGAGALAN DALAM MENJELASKAN PELUANG KEJADIAN YANG MENGHASILKAN LEMAH TIDAKNYA SOCIAL BOND.
KEKUATAN TEORI KONTROL
  WALAU TERDAPAT KELEMAHAN DALAM TEORI INI, NAMUN TEORI INI DAPAT DIUJI SECARA EMPIRIS OLEH BANYAK SARJANA SEPERTI WIATROWSKI, GRISWOLD, DAN ROBERT (LIHAT FREDA ADLER)
  TEORI KONTROL SOSIAL MERUPAKAN SALAH SATU TEORI KOMTEMPORER YANG MEMILIKI DAYA TARIK KUAT DALAM HAL MENDORONG PENELITIAN-PENELITIAN YANG BERARTI.



TEORI KONFLIK

SOCIAL HERITAGE
  •  1965 – 1975 merupakan masa gejolak masyarakat Amerika
  • ž  Keberhasilan gerakan (powerless groups) seperti gerakan feminisme dan homoseksual, yang menuntut pengakuan persamaan dlm memperoleh kesempatan du bidang kemasyarakatan
  • ž  Protes mahasiswa berada sepenuhnya di tangan administrator kampus
  • ž  Gerakan kaum muda yang mempertanyakan nilai-nilai kelas menengah bangsa Amerika, karena gaya hidup orangtua mereka sering hipokrit dan korupsi moral
  • ž  Greenberg : hukum pidana dipandang sbg produk dari kelompok2 masy. Yang relatif mempunyai kekuasaan di masy. à penggunaan hkm pidana u? penjaminan kepentingan mereka dan digunakan pula sbg pemaksaan moral dlm kehidupan masyarakat.,
  • ž  PERILAKU MENYIMPANG DIDEFINISKAN OLEH KELOMPOK YANG BERKUASA DALAM MASYARAKAT UNTUK KEPENTINGAN MEREKA SENDIRI.
  • ž  TEORI KONFLIK BERKEMBANG AKIBAT KEGAGALAN TEORI LABELING …..reaksi sosial tentang Stigma / Cap /lLabel

INTELECTUAL HERITAGE
  •  RICHARD QUINNEY & AUSTIN TURK MEMPERTANYAKAN PENGERTIAN REAKSI SOSIAL …………
  • ž  PERSPEKTIF KONFLIK BELUM POPULER
  • ž  TEORI KEJAHATAN KOMBINASI  TEORI MARXIS DG PENDEKATAN PSIKOANALISIS
  • ž  BENTUK-2 KLASIK TEORI KONFLIK  DARI LEWIS COSER DAN RALF DAHRENDORF
  • ž  KARL MARX  TENTANG TEORI-2 KEJAHATAN DAN STRUKTUR HUKUM
  • ž  KONFLIK à NATURAL PHENOMENON
  •    SOCIETY IS DEVIEDE INTO GROUPS
  • ·  BASED ON THEIR INTEREST & PERCEPTION ON THIS
  •  CONFLICTING INTEREST àEMBODIED IN LAW MAKING PROCESS

CONFLICT & CRIME
  • THERE ARE CONFLICTING NORM IN SOCIETY
    1.CRIMINAL BEHAVIOR IS INDICATOR OF CONFLICT
    ž  à KEGAGALAN UNTUK MENGATASI KETEGANGAN
          KETIKA IA BERHUBUNGAN DENGAN LINGKUNGANNYA
          KETIKA IA GAGAL MEMENUHI HARAPAN ORANG
    2.  AS THE EXPRESSION OF PARTICIPATION BY THE OFFENDER IN A CRIMINOGENIC SUBCULTURE
    ž  BASEDLY PSYCHOLOGICAL
    ž  PARTLY NORMAL PARTLY PATHOLOGICAL EFFERT
    ž  CORRELATED FEATURES: CULTURE
    3. THE OFFENDER DOESNOT KNOW/ACCEPT CERTAIN LEGAL NORMS
           4. PELANGGARAN HUKUM OLEH ORANG BIASA KARENA ADANYA CONFLICT OF INTERST YANG NYATA

    ASUMSI DASAR ALIRAN KONFLIK
    ž  CONFLICT IS NATURAL TO SOCIETY
    ž  RESOURCES ARE SOARCE/LIMITED
    ž  POSSESSION OF RESOURCES CONLEYS POWER OVER OTHERS
    ž  COMPETETION FOR RESOUECES ALWAYS EXISTS --> HISTORICAL INEQUALITYIN 
  • THE COMPETITION & USE OF POWER, LAW & LAW ENFORCEMENT BECOME TOOLS TO AGAIN  & MAINTAIN POSITION IN SOCIETY

  • PERSPEKTIF TEORI KONFLIK KONSERVATIF
    ·         Konsep teoritiknya terletak pada masalah kekuasaan dan penggunaanya
    ·         Konflik melekat di antara kelompok-2 dalam masyarakat dan mereka berjuang u/ menerapkan kepentingannya pada setiap kejadian dan situasi dlm masy.
    ·         Hampir sama dg kemiliteran, maka mslh sumber daya (uang, tanah, kekuasaanpolitik), hrs tersedia dlm keberhasilan memenangkanpeperangan atas isu sosial tertentu
    ·         Apabila kekuasaan sdisamakan dg sumber daya,  maka tampaknya mencerminkan bukti bahwa mereka-2 yg memiliki struktur sosial tinggi akan mrpkn kelompok  yg lebih dominan dlm masy.
    ·         Pengaruhnya dlm pembuatan keputusan sosial dan kemampuan untuk “memaksakan” nilai-2 merekapun lebih besar dp mereka yg berasal dari kelas bawah.
    ·         Hukum dpt dianggap sbg sumber daya, apbl klpk2 menyatu dg hukum, termasuk penerapan yg cenderung menguntungkan mereka
    ·         Implikasi hubungan  antara penggunaan kekuasaan dan formulasi hukum ……sejauh hukum mengakomodasi nilai2 mereka  yg menciptakan hukum, maka hukum akan cenderung mengkriminalisasikan perilaku2 dr mereka yg berasal dr kelompok di luar keompok dominan itu.

  • George Vold & Austin T. Turk
    ·         Vold: hakikat kelompok dlm masy. dan berbagai persaingan kepentingan dari kelompok-2 dlm masy itu;
    ·         Kelompok2 hrs cermat mengamati kepentingannya dan siap siaga u/ mempertahankannya;
    ·         Selama kelompok minoritas tak mempunyai kesempatan u/ mempengaruhi proses legislatif, maka perilaku merekapun akan banyak yg dikualifikasikan sbg perilaku kejahatan
    o   AUSTIN T.TURK
    ·         Lebih melihat tertib sosial sbg produk dr kelompok yg berkuasa yg memaksakan kehendaknya u/ mengontrol masy.
    ·         Ada dua cara pada kontrol dpt dilakukan di masyarakat:
    Pertama, paksaan (fisik) à semakin besar populasi masy yg hrs dipaksa penguasa u/ mematuhi hukum, smekain sulit pengawasan masy. Konsensus yg dipaksanakan sbg penyeimbang hrs dipertahankan oleh anggota masy yg lebih berkuasa di masy.
    Kedua: hukum dilihat sbg sesuatu yg lebih penting dari masyarakat.
       Dapat diperkirakan ketika paksaan fisik lebih umum diterapkan drpd paksaan lewat bentuk2 terselubung (lewat sistem hukum);
       Searah dengan itu,semakin besar kekuasaan u/ pengontrolan kelompok, semakin tinggi pula angka kejhatan yg terjadi di kalangan kelas bawah.
    Akhirnya: semakin lemah kekuasaan itu diorganisir, maka semakin besar terjadninya konflik dengan pihak berkuasa, pada gilirannya akan tinggi pula angka kejahatan

    PERSPEKTIF TEORI KONFLIK RADIKAL
  • ·         Posisi konflik radikal berjenjang
    ·         Anarkisme politik (Tift, 1979);
    ·         Marxisme (Chambliss, 1975; Quinney, 1977; Spitzer, 1975);
    ·         Ekonomika Materialistis (Gordon, 1973);
    ·         Keanekaragaman sistem nilai (Pepinsky & Jesilow, 1985)
    ·         Dapat dilacak melalui karya-2 Karl Marx
    o   KARL MAX
    ·         Konflik dlm masy bersumber dari kelangkaan sumber daya dan ketidakmerataan secara adil, secara historis sumber-sumber daya itu, yg tak lain berupa kekuasaan
    ·         Ketidakmerataan ini menciptakan konflik kepentingan di antara mereka2 yg memiliki kekuasaan dan mereka2 yg tak memiliki kekuasaan
    ·         Dengan industrialisasi konflik berkembang antara kelas-kelas ekonomi dlm masyarakat, kaum proletar (klas buruh) dan kaum borjuis yg mendominasi kekuasaan (kaum majikan dari buruh itu)
    o   Marxist : perjuangan kelas mendorong timbulnya kejahatan………
    ·         Pertama : hukum itu alat kekuasaan (kelas berkuasa)
    ·         Kedua : semua kejahatan (bs kapitalis) sbg produk perjuangan kelas yg melahirkan individualisme dan persaingan;
    ·         Ketiga: surplus pekerja à kelebihan jumlah pekerja berakibat rendahnya upah, namun bila surplus itu terlalu besar maka akan menimbulkan masalah.
  • TEORI LABELING
    PRAWACANA
    Ò  TIDAK ADA SATUPUN PERBUATAN YANG PADA DASARNYA BERSIFAT KRIMINAL.
    Ò  PERUMUSAN KEJAHATAN DILAKUKAN KELOMPOK YANG DOMINAN/BERKUASA.
    Ò  PENERAPAN ATURAN TENTANG KEJAHATAN DILAKUKAN UNTUK KEPENTINGAN PIHAK YANG BERKUASA.
    Ò  ORANG TIDAK MENJADI PENJAHAT KARENA MELANGGAR HUKUM, TETAPI KARENA DITETAPKAN DEMIKIAN OLEH PENGUASA
    Ò  PADA DASARNYA SETIAP ORANG PERNAH MELAKUKAN KEJAHATAN, SEHINGGA TIDAK PATUT JIKA DIBUAT DUA KATEGORI : JAHAT DAN ORANG TIDAK JAHAT.

    DUA MACAM LABELING
    Pendekatan teori Labeling ada dua:
    1. PERSOALAN TTG BAGAIMANA DAN MENGAPA SESEORANG MEMPEROLEH CAP/ STIGMA ;
    2. EFEK LABELING TERHADAP PENYIMPANGAN TINGKAH LAKU BERIKUTNYA
    PENDEKATAN PERTAMA
    Ò  MEMPERLAKUKAN LABELING SEBAGAI DEPENDENT VARIABLE ATAU VARIABEL TIDAK BEBAS DAN KEBERADAANNYA MEMERLUKAN PENJELASAN à LABELING SBG AKIBAT DARI REAKSI MASYARAKAT
    Ò  MEMPERLAKUKAN LABELING SBG VARIABEL INDEPENDENT ATAU VARIABEL  BEBAS/ MEMPENGARUHI:
    É  Pertama: cap/label menarik perhatian pengamat dan kemudian cap label melekat pd diri orang itu
    É  Kedua:  cap/ label diadopsi oleh seseorang dan membawa pengaruh pd dirinya sehingga mengakui dg sendirinya cap itu diberikankan padanya oleh si pengamat.

    ASUMSI DASAR TEORI LABELING
    v  MASYARAKAT TERDIRI DARI NILAI – NILAI YANG BERBEDA.
    v  KUALITAS, PRILAKU DITENTUKAN OLEH PENERAPAN/APLIKASI.
    v  TINGKAH LAKU DISEBUT PENYIMPANGAN APABILA MUNCUL REAKSI NEGATIF.
    v  TANPA ADANYA REAKSI SOSIAL, TIDAK ADA PENYIMPANGAN
    v  PENYIMPANGAN BUKANLAH INTRINSIK/MELEKAT PADA TINGKAH LAKU, AKAN TETAPI MERUPAKAN KUALITAS REAKSI
    v  PROSES YANG MERUPAKAN REAKSI DAN PEMBERIAN LABEL LEBIH SERING TERJADI JIKA YANG MEMBERI LABEL LEBIH BERKUASA (SOSIAL) DIBANDINGKAN DENGAN YANG DIBERI LABEL.
    v  PADA AKHIRNYA INDIVIDU AKAN BERPERILAKU SEBAGAIMANA LABEL YANG DILEKATKAN BEDANYA.

    MENURUT SCHRAG 1971
    1. TIDAK ADA SUATU PERBUATAN YANG TERJADI DENGAN SENDIRINYA BERSIFAT KRIMINAL
    2. RUMUSAN TENTANG KEJAHATAN/PENJAHAT DISESUAIKAN DENGAN YANG BERKUASA
    3. SESEORANG MENJADI PENJAHAT BUKAN KARENA IA MELANGGAR UNDANG-UNDANG, TETAPI KARENA DI TETAPKAN OLEH PENGUASA
    4. TINDAKAN PENANGKAPAN MERUPAKAN AWAL DARI PROSES LABELING
    5. LABELING MERUPAKAN SUATU PROSES YANG AKAN MELAKUKAN INDENTIFIKASI DENGAN CITRA SEBAGAI DEVIAN DAN SUBCULTURE SERTA MENGHASILKAN “REJECTION OF THE REJECTOR”
    6. FAKTA MENUNJUKKAN ADA YANG BERBUAT BAIK ADA YANG BERBUAT TIDAK BAIK, TIDAK BERARTI DAPAT DIKELOMPOKKAN MENJADI KELOMPOK KRIMINAL DAN NON KRIMINAL
    1. PENANGKAPAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM SPP ADALAH FUNGSI DARI PENJAHAT SBG LAWAN DARI KARAKTERISTIK PELANGGARNYA
    2. USIA, TINGKATAN SOS-EK, DAN RAS MRPKN KARAKTERISTIK UMUM PELAKU KEJHTN YG MENIMBULKAN PERBEDAAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DLM SPP
    3. SPP DIBENTUK BERDASARKAN PERSPEKTIF KEHENDAK BEBAS YANG MEMPERKENALKAN PENERIMAAN DAN PENOLAKAN THD MEREKA SBG PENJAHAT.

    PERKEMBANGAN TEORI LABELING
    Ò  TEORI LABELING BERKEMBANG TAHUN 1960 –AN
    Ò  TIDAK SEMATA-MATA TENTANG PELAKU TETAPI BAGAIMANA MASYARAKAT BERAKSI (REAKSI MASYARAKAT) TERHADAP DEVIAN à SOCIAL REACTION SCHOOL.
    Ò  TEORI LABELING DIPENGARUHI OLEH ALIRAN CHICAGO YANG BERKAITAN DENGAN SIMBOLIC INTERACTIONS
    Ò  TOKOH à HOWARD S. BECKER DAN EDWIN LEMERT (1951)

    TEORI LABELING MEMBAHAS DUA HAL
    1. MENGAPA DAN BAGAIMANA ORANG – ORANG TERTENTU DIBERI LABEL
    2. PENGARUH/EFEK DARI LABEL (CAP) TERSEBUT SUATU KONSEKWENSI DARI PERBUATAN YANG TELAH DILAKUKANNYA.
    HOWARD S. BECKER à KEJAHATAN TERBENTUK KARENA ATURAN – ATURAN LINGKUNGAN, SIFAT INDIVIDU DAN REAKSI MASYARAKAT TERHADAP KEJAHATAN.
    EDWIN LEMERT
    Ò  DEVIAN PRIMER à PERHATIAN MASYARAKAT TERHADAP ORANG YANG DIBERIKAN LABEL KARENA MELANGGAR HUKUM
    Ò  DEVIAN SECONDARY à PROSES DIMANA ORANG LAIN BEREAKSI TERHADAP AKIBAT/IMPLIKASI DARI DEVIAN PRIMER – REAKSI SESEORANG TERHADAP LABEL YANG DIBERIKAN TERHADAP MASYARAKAT TERHADAP DIRINYA.
    Ò  IA LAKUKAN KEJAHATAN APABILA ADA CAP/LABEL DIBERIKAN PADANYA.
    Ò  PROSES PEMBERIAN LABEL MERUPAKAN PENYEBAB SESEORANG UNTUK MENJADI JAHAT.
    Ò  MENURUT TEORI LABEL, YANG SERING MENJADI PERMASALAHAN DALAM PEMBERIAN LABEL ADALAH ADANYA REAKSI BERIKUTNYA SETELAH SESEORANG DIBERI LABEL.
    Ò  METODE YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR KEJAHATAN (LABELING THEORY) ADALAH DENGAN SELF REPORT STUDY (MELAKUKAN STUDI INTERVIEW TERHADAP PELAKU KEJAHATAN YANG TIDAK TERTANGKAP/TIDAK DIKETAHUI OLEH POLISI)


    MENURUT TEORITIS TEORI LABELING ADA DUA KONSEP YAITU :
    MASTER STATUSHUGHES  DAN BECKER à BAHWA TERHADAP CIRI – CIRI KHUSUS YANG DIMILIKI OLEH SETIAP ORANG YANG SULIT DIBEDAKAN DENGAN CIRI – CIRI YANG LAIN
    Ò  CIRI YANG UTAMA à JENIS KELAMIN, PEKERJAAN, BEBERAPA BENTUK PENYIMPANGAN SEPERTI HOMOSEKSUAL
    Ò  CIRI YANG SEKUNDER à AUXILIARY STATUS
    RETROSPECTIVE INTERPRETATION à SUATU PEMIKIRAN TENTANG BAGAIMANA SUATU IDENTITAS DAPAT DIREKONTRUKSIKAN AGAR SESUAI DENGAN YANG BARU.
    Ò  KONSEP INI DITERAPKAN OLEH ORANG – ORANG YANG BERBEDA DISEKITAR PELAKU TETAPI JUGA DITETAPKAN OLEH PETUGAS TERHADAP ORANG – ORANG YANG DITANGKAP.


    E.M. LEMERT
    ADA 3 BENTUK KEJAHATAN/PENYIMPANGAN :
    INDIVIDU DEVINATION à TIMBULNYA PENYIMPANGAN DARI TEKANAN PSIKIS DARI DALAM
    SITUASIONAL DEVINATION à YANG MERUPAKAN HASIL DARI STRES/TEKANAN DARI KEADAAN
    SYSTEMATIC DEVINATION à POLA – POLA PERILAKU KEJAHATAN YANG MENJADI TERORGANISIR DALAM SUB-KULTUR


    LEMERT
      :
    MEMBEDAKAN PENYIMPANGAN :
    Ò  PENYIMPANGAN PRIMER à TINDAKAN AWAL DARI PELANGGARAN YANG DIANGGAP TIMBUL KARENA BERBAGAI PRILAKUNYA DIPANDANG TIDAK BERARTI BAGI KEPRIBADIANNYA.
    Ò  PENYIMPANGAN SEKUNDER à APABILA PELAKU MENGATUR KEMBALI CIRI – CIRI SOSIO PSIKOLOGISNYA DISEKITAR PERBUATAN PENYIMPANGAN.

    KRITIK TEORI LABELING
    1. TEORI INI BERSIFAT DETERMINISTIK DAN MENOLAK PERTANGGUNG JAWABAN INDIVIDU
    2. TIDAK BERLAKU BAGI LABEL/CAP TERHADAP SEMUA JENIS KEJAHATAN
    3. JIKA PENYIMPANGAN TINGKAH LAKU HANYA MERUPAKAN PERSOALAN REAKSI MASYARAKAT, MAKA BAGAIMANA DENGAN TINGKAH LAKU PENYIMPANGAN YANG TIDAK TERUNGKAP.
    4. TEORI INI MENGABAIKAN FAKTOR PENYEBAB AWAL DARI MUNCULNYA DEVIANT
    5. TEORI LABEL HANYA MELAKUKAN SECARA RANDOM, TANPA MEMPERHATIKAN KEJAHATAN YANG SERIUS, MEMPEROLEH REAKSI MASYARAKAT/CAP DARI MASYARAKAT.

    KELEMAHAN TEORI LABELING
    Ò  LABELING THEORY DOESN’T EXPLAINT THE BEHAVIOUR THAT LEAD TO THE APPLICATION OF LABEL
    Ò  THEORY LABELING MENGINGKARI PERBEDAAN DALAM KEPRIBADIAN/PERSONALITAS
    Ò   THEORY LABELING MENEMPATKAN CAUSA PADA SUATU TEMPAT YANG TIDAK LAZIM, YAITU DI TEMPAT MEREKA BEREAKSI
    Ò  BILA DITANYAKAN TENTANG MENGAPA ORANG BERBUAT JAHAT, MENGAPA KEJAHATAN BERTAMBAH ATAU BERKURANG & BAGAIMANA PENCEGAHANNYA, MAKA KITA TIDAK AKAN MEMPEROLEH JAWABAN DARI PAKAR TEORI TERSEBUT.

Comments

Popular posts from this blog

mk